Review Jurnal "Eksternalitas"
Tuesday, September 25, 2018
Edit
Oleh : Muhammad Rizki Mulyanudin (Ilmu Administrasi Publik Unpad 2017)
Adanya intervensi manusia dalam bentuk aktivitas penangkapan (fishing activity) pada hakekatnya adalah memanfaatkan 'bagian' dari kematian alami, dengan catatan bahwa aktivitas penangkapan yang dilakukan dapat dikendalikan sampai batas kemampuan pemulihan stok secara alami (Koeshendrajana, 2007). Pengelolaan perikanan oleh manusia di dalam waduk saat ini masih berorientasi pada nilai ekonomis. Sehingga tidak heran jika penggunaan keramba jaring apung (KJA) merajalela. Namun demikian, peningkatan jumlah unit KJA yang tidak terkendali telah menimbulkan berbagai masalah yang berdampak negatif, baik secara ekonomi maupun terhadap lingkungan perairan, termasuk terhadap perikanan tangkap perairan waduk (Nasution et al., 2008).
Adanya intervensi manusia dalam bentuk aktivitas penangkapan (fishing activity) pada hakekatnya adalah memanfaatkan 'bagian' dari kematian alami, dengan catatan bahwa aktivitas penangkapan yang dilakukan dapat dikendalikan sampai batas kemampuan pemulihan stok secara alami (Koeshendrajana, 2007). Pengelolaan perikanan oleh manusia di dalam waduk saat ini masih berorientasi pada nilai ekonomis. Sehingga tidak heran jika penggunaan keramba jaring apung (KJA) merajalela. Namun demikian, peningkatan jumlah unit KJA yang tidak terkendali telah menimbulkan berbagai masalah yang berdampak negatif, baik secara ekonomi maupun terhadap lingkungan perairan, termasuk terhadap perikanan tangkap perairan waduk (Nasution et al., 2008).
Baca Juga
Adapun Waduk Jatiluhur adalah waduk yang
mempunyai luas 8.300 Ha dengan kapasitas waduk mencapai ±3 Milyar m3 dan juga
muka air maksimum mencapai ± 107 meter di atas permukaan laut (dpl). Waduk ini
merupakan waduk serbaguna dengan peruntukkan utama untuk Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA), penyediaan baku air minum dan industri dan penyediaan air
irigasi. Selain itu, waduk ini juga dimanfaatkan bagi perikanan, pariwisata dan
pengendalian banjir
Dalam pemanfaatannya bagi perikanan
terdapat kegiatan eksternalitas yang dilakukan manusia terhadap waduk tersebut yang
menyebabkan dampak negatif seperti telah disampaikan sebelumnya. Antara lain:
- Beresiko menimbulkan konflik antar pemanfaat sumber daya
- Merusak fasilitas dan memperburuk kinerja waduk akibat kesuburan perairan yang meningkat
- Menyebabkan kematian ikan masal saat musim penghujan karena air meluap
Harsono (2012) menyatakan budidaya ikan
secara intensif disamping memberikan manfaat potensial juga menimbulkan biaya
bagi masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, berupa limbah pakan dan hasil
metabolisme ikan yang akan memberikan kontribusi terhadap pencemaran perairan
waduk. Paket teknologi budidaya ikan dalam KJA pada perkembangannya belum dipahami
secara baik oleh pembudidaya, khususnya dalam cara pemberian pakan (Wahyudi
1996 dalam Krismono, 2004). Oleh sebab itu, (Nurfadilla, 2013)
mengemukakan salah satu cara untuk menentukan jumlah yang harus dibayarkan
akibat limbah budidaya ikan KJA, yaitu dengan menghitung biaya yang harus
dikeluarkan oleh pihak pengelola untuk mengeluarkan sedimen limbah budidaya
ikan KJA dengan metode penggelontoran sedimen (flushing).
Dari hasil analisis perhitungan
menunjukan jumlah biaya eksternalitas dari limbah pakan usaha KJA di Waduk
Jatiluhur tahun 2013 sebesar Rp. 681.781.977.425 yang terdiri dari biaya untuk
upaya pengurangan sedimentasi sebesar Rp. 2.259.325.248/tahun, serta biaya yang
dikeluarkan akibat adanya pakan ikan terbuang ke dasar perairan sebesar Rp
62.689.440.000. Keberadaan KJA dengan adanya biaya eksternalitas tetap
menghasilkan manfaat sebesar Rp 86.164.369.253 dengan nilai net benefit 1,127,
dari total penerimaan tahun 2013 sebesar Rp 768.046.346.678.
Sudah sepantasnya bagi pemerintah untuk
segera mengatasi dampak eksternalitas ini dengan berbagai upaya yang
memungkinkan. Seperti pemberian pakan yang terukur, pola tanam yang baik dan
benar, pemberian pakan dengan automatic feeder, dilaksanakannya Studi
Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (SEMDAL), pemilihan jenis ikan
nila ramah lingkungan, upaya pengeluaran sedimentasi, realisasi penertiban KJA
ilegal, serta melakukan upaya mengubah paradigma masyarakat mengenai anggapan
rumah jaga sebagai kampung air.
Selain itu ada juga solusi lain yang
dapat dilakukan untuk mengatasi eksternalitas negative ini. Selain menggunakan
regulasi kebijakan yang dilakukan pemerintah. Yaitu menggunakan Teorema Coase,
dimana dalam teori ini ditekankan kebebasan terhadap pasar untuk mengatasi
permasalahannya sendiri. Yaitu dengan mengadakan negosiasi antara pihak yang
bersangkutan untuk meraih solusi yang tepat. Dimana pihak yang terkait tersebut
terdiri dari “emitor” dan “penerima”. Yang mana dalam kasus ini pihak emitor
yaitu masyarakat yang membudidayakan ikan dan penerimanya yairu wisatawan dan
pemerintah. Maka dapat diadakan musyawarah untuk mencari solusi bersama untuk
mengatasi permasalahan tersebut.
Daftar
Pustaka
Dahlman,
C, J. 1979. The Problem of Externality. Journal
of Law and Economics, Vol. 22, No. 1, 141-162
Karunia,
S., Marinasari, R. 2015. Analisis Biaya Eksternalitas Limbah Pakan Usaha
Keramba Jaring Apung di Waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta. Buletin Ilmiah
“MARINA” Sosek Kelautan dan Perikanan, Vol. 1, No. 2, 77-88
Koeshendrajana,
S., Wijaya, R. A., Priyatna, F. N., Martosuyono, P., Sukimin, S. 2009. Kajian
Eksternalitas dan Keberlanjutan Perikanan di Perairan Waduk Jatiluhur. Jurnal Bijak dan Riset Sosek KP, Vol.4, No.2, 137-156