Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Periode Ke-2 : Penghapusan Pungutan PPn Untuk Alat Transportasi
Saturday, May 16, 2020
Edit
Oleh : Muhammad Rizki Mulyanudin (Ilmu Administrasi Publik Unpad 2017)
1. PP 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai
1. PP 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai
Status
PP 50 Tahun 2019 mencabut dan tidak memberlakukan lagi Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5739).
Latar Belakang
Pertimbangan yang melatarbelakangi ditetapkankannya PP 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai oleh Presiden Joko Widodo adalah:
a. bahwa untuk lebih mendorong daya saing industri angkutan darat, air, dan udara, serta menjamin tersedianya peralatan pertahanan dan keamanan yang memadai untuk melindungi wilayah Republik Indonesia serta untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam pemberian fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atas alat angkutan tertentu dan jasa terkait alat angkutan tertentu sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 168 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai;
Dasar Hukum
Adapun landasan hukum penetapan PP 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai oleh Presiden Joko Widodo adalah:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
Penjelasan Umum
PP 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai adalah untuk mendorong daya saing industri angkutan darat, air, dan udara, dan menjamin tersedianya peralatan pertahanan dan keamanan yang memadai untuk melindungi wilayah Negara Republik Indonesia serta untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam pemberian fasilitas tidak dipungut Pajak Pertanrbahan Nilai atas alat angkutan tertentu dan jasa terkait alat angkutan tertentu, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 168 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu diberikan kemudahan dalam bidang perpajakan berupa Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atas pemanfaatan jasa kena pajak terkait alat angkutan tertentu yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
Agar dalam penerapan tidak menyimpang, perlu dilakukan pengawasan dan dalam hal fasilitas yang diberikan tidak digunakan sesuai dengan maksud dan tujuan diberikannya kemudahan di bidang perpajakan tersebut maka dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 1 huruf c, kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya. Adalah yang kegiatan usahanya merupakan kegiatan usaha utama pengusaha di bidang pelayaran niaga, penangkapan ikan, penyelenggara jasa kepelabuhanan atau penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Namun, untuk kegiatan usaha di bidang jasa angkutan laut, kepemilikan surat izin usaha dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan, antara lain surati zin usaha pelayaran angkutan laut, tidak secara serta merta menjadikan pengusaha berhak atas fasilitas Pajak Pertambahan Nilai.
Pasal 2, huruf b, kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran, dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya; Adalah yang kegiatan usahanya merupakan kegiatan usaha utama pengusaha di bidang pelayaran niaga, penangkapan ikan, penyelenggara jasa kepelabuhanan atau penyelenggarajasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan. Namun, untuk kegiatan usaha di bidang jasa angkutan laut, kepemilikan surat izin usaha dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan, antara lain suratizin usaha pelayaran angkutan laut, tidak secara serta merta menjadikan pengusaha berhak atas fasilitas Pajak Pertambahan Nilai.
Pasal 5 Ayat (2), Kewajiban pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberlakukan dalam hal pemindahtanganan dilakukan dalam keadaan kahar. Penjelasannya yang dimaksud dengan "dalam keadaan kahar" antara lain berupa pemberontakan, huru hara, atau bencana alam yang dinyatakan oleh instansi yang berwenang.
Impor Alat Angkutan Tidak Kena Pajak
Pasal 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai ini menyebutkan bahwa alat angkutan tertentu yang atas impornya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) meliputi:
a. alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri);
b. alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diimpor oleh pihak lain yang ditunjuk oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, TNI, dan Polri untuk melakukan impor tersebut;
c. kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
d. pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional;
e. suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional;
f. kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum; dan
g. komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan : 1. kereta api; 2. suku cadang; 3. peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; dan/atau 4. prasarana perkeretaapian, yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.
Pasal 2 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai mengecualikan alat angkutan tertentu yang atas penyerahannnya atidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai. Alat angkutan tersebut adalah:
a. alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, dan kereta api, serta suku cadangnya, dan alat keselamatan pelayaran dan alat keselamatan manusia, alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertahanan, TNI, dan Polri;
b. kapal angkutan laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal penangkap ikan, kapal pandu, kapal tunda, kapal tongkang, serta suku cadangnya, alat perlengkapan kapal, alat keselamatan pelayaran, dan alat keselamatan manusia yang diserahkan kepada dan digunakan oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;
c. pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang diserahkan kepada dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional;
d. suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha angkutan udara nioga nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional;
e. kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diserahkan kepada dan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum; dan
f. komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum, yang digunakan untuk pembuatan: 1. kereta api; 2. suku cadang; 3. peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan; dan/atau 4. prasarana perkeretaapian, yang akan digunakan oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum dan/atau Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian Umum.
Jasa Kena Pajak tidak kena PPN
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai, Jasa Kena Pajak terkait alat angkutan tertentu yang atas penyerahannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu:
a. jasa yang diterima oleh perusahaan pelayaran niaga nasional, perusahaan penangkapan ikan nasional, perusahaan penyelenggara jasa kepelabuhan nasional, dan perusahaan penyelenggara jasa angkutan sungai, danau, dan penyeberangan nasional yang meliputi:
1. jasa persewaan kapal;
2. jasa kepelabuhanan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh; dan
3. jasa perawatan dan perbaikan kapal;
b. jasa yang diterima oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional yang meliputi:
1. jasa persewaan pesawat udara; dan
2. jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara.
3. jasa perawatan dan perbaikan kereta api yang diterima oleh Badan Usaha Penyelenggara Sarana Perkeretaapian Umum.
“Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean terkait alat angkutan tertentu yang atas pemanfaatannya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai meliputi jasa persewaan pesawat udara yang dimanfaatkan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional,” ketentuan Pasal 4 PP Nomor 50 Tahun 2019.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai menegaskan, terhadap alat angkutan tertentu yang atas impor dan/atau penyerahannya telah mendapat fasilitas tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, dan Pasal 2 huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f apabila dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak saat impor dan/atau perolehan:
1. digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula; atau
2. dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya,
Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dipungut atas impor dan/atau perolehan alat angkutan tertentu tersebut wajib dibayar.
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara impor dan penyerahan alat angkutan tertentu serta penyerahan dan pemanfaatan jasa kena pajak terkait alat angkutan tertentu yang tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud, menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai, akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 6 PP 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2019. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 4 Juli 2019 telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 133 dan Penjelasa Atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai ke dalam tambahan lembaran negara republik indonesia nomor 6366 oleh Yassona H. Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta pada tanggal 8 Juli 2019. (Jogloabang.com, 2019)
2. Aktor yang Terlibat Dalam Perumusan Kebijakan
Adapun aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan PP 50 Tahun 2019 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai adalah :
1) Presiden dan Wakil Presiden
2) Kementerian Hukum dan HAM
3) Kementerian Keuangan
4) Kementrian Perhubungan
5) TNI dan Polri
6) BUMN (dibidang perhubungan)
7) Swasta
8) Masyarakat
3. Tanggapan Terhadap Penerapan Kebijakan
Ketua umum DPP Indonesian Shipowners’ Asociation (DPP INSA) Johnson W. Sutjipto
a. Dengan penghapusan beban PPN, pelayaran nasional lebih siap bersaing dalam memperebutkan pasar ekspor/impor Indonesia sebesar 1 miliar ton atau setara dengan USD 10 miliar. (Chon, 2019).
b. INSA mengusulkan kepada Pemerintah untuk menyempurnakan kebijakan insentif PPN tidak dipungut dengan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No.193/PMK.03/2015. Dalam revisi tersebut Pemerintah diharapkan menghilangkan pasal yang mewajibkan dan menyertakan dokumen RKIP dalam mengurus SKTD PPN bagi kegiatan jasa sewa kapal, jasa perbaikan (docking) kapal dan jasa kepelabuhanan sehingga ketiga kegiatan tersebut dapat meningkat guna menopang pertumbuhan ekonomi nasional. (INSA.com, 2019)
Ketua Bidang Penerbangan Berjadwal INACA Bayu Sutanto
a. Melalui PP tersebut, biaya operasional termasuk biaya perbaikan pesawat bisa berkurang.
b. Penurunan biaya operasional bisa membuat industri penerbangan lebih kompetitif dalam menghadapi persaingan. Terlebih, saat ini, biaya operasional menjadi tantangan utama maskapai dalam mempertahankan kinerja keuangan yang positif. (Pradana, 2019)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama
a. Peraturan baru ini ditetapkan untuk mendorong daya saing industri angkutan darat, air, dan udara serta untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam pemberian fasilitas tidak dipungut PPN atas alat angkutan tertentu dan jasa terkait alat angkutan tertentu.
b. Apabila fasilitas ini disalahgunakan, yaitu apabila alat angkutan digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, maka PPN yang tidak dipungut menjadi wajib dibayar. (Kurniawan, 2019)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution
a. Berharap kebijakan pembebasan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor pesawat udara dan suku cadangnya bisa mengurangi beban maskapai. Penurunan beban tersebut diharapkan bisa menyeimbangkan kinerja bisnis para maskapai yang baru saja menurunkan harga tiket pesawat bagi masyarakat. (Primadhyta, 2019)
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi
a. Pemerintah tidak adil bila tak segara menghapus pajak moda transportasi udara. Pasalnya penghapusan PPn akan berkontribusi besar untuk keterjangkauan harga tiket pesawat.
b. Selain menghapus PPn, Tulus juga menantang pemerintah untuk menghapus Tarif Batas Bawah (TBB). Dia berpendapat, peraturan seperti penentuan harga tiket pesawat seperti BB tidak pula diregulasi negara lain. TBB memang hanya dijadikan perlindungan untuk mencegah persaingan tidak sehat. (Ulya, 2019)
Daftar Pustaka
Chon, W. (2019). Kebijakan PPN 0 % Mestinya Jadikan Pelayaran Nasional Siap Bersaing dengan Asing. ISG. https://indoshippinggazette.com/2019/kebijakan-ppn-0-mestinya-jadikan-pelayaran-nasional-siap-bersaing-dengan-asing/ (Diakses pada 20 November 2019).
INSA.com. (2019). Pasca PP No.50 tahun 2019 Terbit. INSA Meminta Pemerintah Revisi Permenkeu No.193 tahun 2015. Jakarta. http://www.dppinsa.com/content/detail/pasca_pp_no.50_tahun_2019_terbit.__insa_meminta_pemerintah_revisi_permenkeu_no.193__tahun_2015 (Diakses pada 20 November 2019).
Jogloabang.com. (2019). PP Tahun 2019, Impor & Penyerahan Alat Angkutan Tertentu serta Penyerahan dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut PPN. Yogyakarta. https://www.jogloabang.com/ekbis/pp-tahun-2019-impor-penyerahan-alat-angkutan-tertentu-serta-penyerahan-dan-pemanfaatan-jasa (Diakses pada 20 November 2019).
Kurniawan. A. (2019). Sewa Pesawat Luar Negeri Oleh Maskapai Nasional Bebas PPN. Sindonews.com. https://ekbis.sindonews.com/read/1422379/33/sewa-pesawat-luar-negeri-oleh-maskapai-nasional-bebas-ppn-1563705732 (Diakses pada 20 November 2019).
Pradana, R, S. (2019). Pembebasan Impor Sewa Pesawat bisa Turunkan Biaya Operasional. Bisnis.com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20190720/98/1126580/pembebasan-impor-sewa-pesawat-bisa-turunkan-biaya-operasional (Diakses pada 20 November 2019).
Primadhyta, S. (2019). Darmin Harap Pembebasan Pajak Impor Tekan Harga Tiket Pesawat. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190718165109-92-413338/darmin-harap-pembebasan-pajak-impor-tekan-harga-tiket-pesawat (Diakses pada 20 November 2019).
Ulya, F, N. (2019). YLKI: Pemerintah Mesti Hapus PPn Moda Transportasi Udara. Kompas.com. https://money.kompas.com/read/2019/08/10/060000526/ylki--pemerintah-mesti-hapus-ppn-moda-transportasi-udara (Diakses pada 20 November 2019).