-->

Human Trafficking di Perbatasan

Oleh : Muhammad Rizki Mulyanudin (Ilmu Administrasi Publik Unpad 2017)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perdagangan Orang atau Human Trafficking atau merupakan tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau menerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan seseorang tereksploitasi. Perdagangan orang terutama perempuan dan anak-anak, merupakan tindak pidana terhadap kemanusiaan yang tidak dapat diterima masyarakat manapun. Perbuatan tersebut harus dicegah dan diberantas, demi keharmonisan tatanan kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang menjungjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.

Baca Juga



Kejahatan perdagangan orang telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan yang sudah terorganisir maupun yang belum, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara serta terhadap norma-norma kahidupan yang dilandasi penghotmatan terhadap hak asasi manusia. Dan perdagangan orang di Indonesia sudah banyak terjadi, terutama di perbatasan-perbatasan wilayah negara, seperti Malaysia dan Singapura. Walaupun sudah ada Undang-Undang yang mengatur Human Trafficking, yaitu ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang tetap saja perdagangan manusia banyak terjadi diperbatasan wilayah. Pemerintah harus lebih tegas lagi terhadap kasus Human Trafficking ini. Melihat dampak dari Human Trafficking yang begitu merugikan masyarakat, maka perlu membuat solusi untuk mengatasi masalah ini.

1.2 Rumusan Masalah
Agar isi makalah ini lebih terarah, maka penulis merumuskan beberapa masalah, antara lain:
1. Apa itu Human Trafficking?
2. Apa saja teori yang berhubungan dengan Human Trafficking?
3.Apa saja implikasi dan dampak dari Human Trafficking?
4. Bagaimana alternatif solusi untuk mengatasi Human Trafficking?

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis meneliti masalah Human Trafficking di perbatasan Indonesia:
1. Untuk mengetahui apa itu Human Trafficking
2. Untuk mengetahui teori-teori yang berhubungan dengan Human Trafficking
3. Untuk mengetahui implikasi dan dampak dari Human Trafficking
4. Untuk mengetahui alternatif solusi mengatasi Human Trafficking

1.4 Manfaat Penelitian
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, baik pihak penulis, masyarakat, maupun pemerintah. Manfaat tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pihak penulis
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Sosial dan menambah pengetahuan tentang Human Trafficking.
2. Pihak Masyarakat
Agar masyarakat lebih berhati-hati terhadap praktik Human Trafficking.
3. Pihak Pemerintah
Agar pemerintah lebih memperhatikan masalah Human Trafficking di Indonesia, khususnya di perbatasan.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Definisi Human Trafficking
Masalah perdagangan manusia (Human Trafficking) bukan lagi hal yang baru, tetapi sudah menjadi masalah nasional dan internasional yang berlarut-larut, yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tepat, baik oleh pemerintah setiap Negara, maupun oleh organisasi-organisasi internasional yang berwenang dalam menangani masalah perdagangan manusia tersebut. Perdagangan manusia (Human Trafficking) berkaitan erat dengan hubungan antar negara, karena perdagangan tersebut biasanya dilakukan di daerah perbatasan negara dan modus operasi yang dilakukan adalah pengiriman ke berbagai negara penerima seperti Malaysia dan Singapura. Lemahnya penjagaan dan keamanan daerah perbatasan menjadikan faktor utama perdagangan manusia, sehingga dengan mudah seseorang dapat melakukan transaksi perdagangan tersebut.

Banyaknya negara yang berbatasan langsung dengan Indonesia ini memiliki banyak keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari daerah perbatasan tersebut. Seperti salah satu isu yang menjadi isu nasional maupun internasional untuk sekitar daerah perbatasan adalah perdagangan manusia (Human Trafficking) yaitu perdagangan manusia terutama pada perempuan dan anak-anak, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Umumnya para korban Trafficking adalah orang yang mudah terbujuk oleh janji-janji palsu sang traffickers. Beberapa traffickers menggunakan taktik-taktik manipulasi untuk menipu korbannya diantaranya dengan intimidasi, rayuan, pengasingan, ancaman, penyulikan dan penggunaan obat-obatan terlarang.

Banyak dampak yang ditimbulkan dengan adanya perdagangan manusia tersebut tidak hanya merugikan negara saja tetapi juga pada korban dari perdagangan manusia tersebut. Menurut Jose Ferraris sebagai perwakilan dari UNFPA mengatakan bahwa “perdagangan manusia terdiri dari berbagai bentuk, termasuk paksaan dalam eksploitasi seksual komersial, pelacuran anak dibawah umur, jeratan hutang atau kerja paksa dan lain sebagainya.”

Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya tindakan human trafficking ini adalah:

• Kemiskinan (Permasalahan Ekonomi)
Semenjak terjadinya krisis ekonomi mulai tahun 1997, semuanya berdampak kepada seluruh elemen masyarakat. Perekonomian semakin sulit, semakin banyak rakyat yang tidak mampu untuk membiayai keluarganya khususnya anaknya. Mulai dari biaya pendidikan, hingga biaya kehidupan sehari-hari. Himpitan perekonomian itu membuat keluarga khususnya orangtua semakin mudah terbujuk rayu oleh agen atau pelaku perdagangan anak dengan iming-iming serta janji palsu akan pekerjaan yang dapat membuat hidup lebih baik lagi dengan gaji yang besar. Ketidakjelasan akan pekerjaan juga membuat orang menjadi pasrah dalam menerima pekerjaan untuk dipekerjakan sebagai apa saja dan hal ini yang membuat para pelaku menargetkan anak sebagai korban.

• Kurangnya Pendidikan dan Informasi
Pendidikan yang memadai tentunya akan sangat membantu masyarakat agar tidak terjebak dalam kasus perdagangan manusia. Kekurangtahuan akan informasi mengenai perdagangan manusia membuat orang-orang lebih mudah untuk terjebak menjadi korban perdagangan manusia khususnya di pedesaan dan terkadang tanpa disadari pelaku perdagangan manusia tidak menyadari bahwa ia sudah melanggar hukum. Para korban perdagangan biasanya susah untuk mencari bantuan dinegara dimana mereka dijual karena mereka tidak memiliki kemampuan unutuk menggnakan bahasa dinegara tersebut.

• Kurangnya Kepedulian Orang Tua
Tidak jarang ditemukan orang tua yang kurang peduli untuk membuat akta kelahiran sang anaknya dengan berbagai alasan. Orang tanpa tanda pengenal yang memadai lebih mudah menjadi korban trafficking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak terdokumentasi. Sehingga pelaku dapat melakukan aksinya tanpa khawatir identitas korban tidak mudah terlacak. Anak- anak korban trafficking misalnya, lebih mudah diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya.

Pemerintah Indonesia telah berusaha melakukan berbagai upaya untuk menangani masalah human trafficking yang terjadi di Indonesia. Namun upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia tidak menunjukan hasil yang memuaskan, terbukti kasus human trafficking yang terjadi di Indonesia bukannya menurun malah semakin meningkat. Upaya tersebut dapat dilihat pada:
- Dibuatnya undang-undang yang relevan untuk memberikan perlindungan kepada korban trafficking, UU No.37/1997 tentang Hubungan Luar Negeri : Undang-undang ini dapat digunakan untuk melindungi orang Indonesia yang ter-traffick diluar negeri.
- Undang-undang No 21. Tahun 2007, Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang. Pasal 1 UU No. 21 Tahun 2007 menegaskan, "Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi."

Terdapat tiga komponen kunci yang patut digarisbawahi dari definisi tentang perdagangan orang (human trafficking) di atas.
Pertama, berkaitan dengan tindakan dan proses, yakni pluralitas tindakan dan proses dengan dan dalamnya perdagangan manusia terjadi, yakni perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang atau sekelompok orang.

Kedua, cara-cara yang digunakan dengannya tindakan-tindakan yang disebut pada poin pertama tergolong sebagai tindakan perdagangan orang, yakni dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat.

Ketiga, tujuan dari perdagangan orang adalah eksploitasi. Namun, kendatipun eksploitasi tidak menjadi tujuan (sesuatu yang dimaksudkan secara sengaja), tindakan-tindakan yang disebutkan dalam poin pertama dan dilakukan melalui salah satu cara yang disebutkan dalam poin kedua tetap tergolong sebagai perdagangan orang kalau mengakibatkan eksploitasi.

2.1.2 Teori- Teori yang Berhubungan dengan Human Trafficking
Becker menerangkan (1963, hal. 9) bahwa “penyimpangan bukanlah kualitas dari suatu tindakan yang dilakukan orang, melainkan konsekuaensi dari adanya peraturan dan penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut.” Penyimpangan (orang yang menyimpang) adalah seorang yang memenuhi kriteria definisi itu secara tepat. Dengan demikian penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Human trafficking melanggar norma hukum yang berada di Indonesia yaitu UU No.37/1997 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-undang No 21. Tahun 2007, Tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.Oleh karena itu human trafficking dapat dikategorikan kedalam sabuah penyimpangan (deviasi) sosial.

Perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan salah kebudayaan dengan perubahan sosial (Coser, 1962; Sagarin, 1977). Dewasa ini tidak ada satu pun masyarakat yang dapat bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu yang lama. Salah satu penyebab human trafficking adalah kemiskinan (permasalahan ekonomi). Yang dilatar belakangi oleh krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1997. Hal tersebut termasuk suatu perubahan sosial. Dan human trafficking adalah salah satu bentuk penyesuaian nya. Karena sebab ini pula dapat dipastikan human trafficking adalah sebuah penyimpagan (deviasi) sosial. Karena telah memenuhi dua ciri ciri penyimpangan yaitu penyimpangan dapat didefinisikan dan penyimpangan bersifat adaptif (menyesuaikan).

Teori Anomi (alienasi)
Ketidakberdayaan, ketidakberartian, ketiadaannorma, keterpencilan, dan ketidakseimbangan-diri (Seeman, 1969; Johnson, 1973, hal. 16; Geyer, 1980, hal. 16-29). Seorang yang mengalami alienasi bukan saja tidak memiliki system normal yang mantap dan mengikat, tetapi juga merasa seolah-olah tidak memiliki kekuatan apa-apa, korban tanpa-daya dari system sosial yang tidak manusiawi dan berlangsung terus menerus-sistem dimana ia merasa tidak punya apa-apa. Orang yang memiliki alienasi itu hanya memiliki sedikit keterkaitan dan kesetiaan terhadap kelompok. Hal ini lah yang terjadi di Indonesia. Dimana kemiskinan (masalah ekonomi) menjadi pendorong para pelaku dan korban untuk melakukan human trafficking dan melupakan kesetiaan nya terhadap negara dengan melanggar aturan yang berlaku.

Teori Pengendalian
Friday dan Hage (1976, hal. 347) menyatakan“jika para remaja memiliki hubungan kekerabatan, masyarakat, pendidikan, dan peranan kerja yang baik, maka mereka akan terbina untuk mematuhi norma-norma dominan.”Oleh sebab itu pemerataan dan peningkatan pendidikan sangat lah penting. Terutama untuk mengatasi masalah human trafficking di Indonesia, yang salah satu penyebabnya adalah tingkat pendidikan yang rendah.

Hirschi (1969) melihat ada empat usur dalam ikatan yaitu :kepercayaan, ketanggapan, keikatan (komitmen), keterlibatan, Dalam hal ini yang perlu diperhatikan adalah keluarga sebagai pengendali sosial yang utama. Di Indonesia kurang nya kepedulian orang tua ini lah yang menjadi masalah. Yang tidak menghiraukan empat unsur ikatan yang terdapat dalam teori. Sehingga pengendalian sosial yang baik tidak terlaksana. Dan menyebabkan terjadinya human trafficking di Indonesia.

2.1.3 Implikasi dan Dampak Human Trafficking
Dampak Human Trafficking bagi Korban
Tidak sedikit dampak yang ditimbulkan dari praktek perdagangan manusia. Adanya dampak fisik, psikologis, dan dampak sosial serta emosional yang dialami oleh keluarga dan korban perdagangan manusia itu sendiri. Dampak yang ditimbulkan tersebut yaitu:
1. Merasa terkucil dan adanya rasa malu yang dialami oleh keluarga korban,
2. Depresi (gangguan jiwa berat),
3. Bila mengalami penyiksaan akan terjadi cacat fisik,
4. Putus asa dan hilang harapan,
5. Terganggunya fungsi reproduksi,
6. Kehamilan yang tidak diinginkan,
7. Bila dilacurkan akan terinfeksi HIV-AIDS,
8. Kematian bagi si korban,
9. Merasa adanya pandangan negatif oleh masyarakat sekitar.

Korban Human Trafficking akan merasa terkucil ketika ia kembali ke daerah asalnya. Rasa malu tidak hanya akan dirasakan oleh sang korban, namun oleh keluarganya pula. Seringkali para korban perdagangan manusia mengasingkan diri dari kehidupan sosial. Hal tersebut menyebabkan sang korban merasa tidak pantas lagi untuk hidup sehingga korban secara perlahan akan mengalami depresi. Apabila korban sudah mencapai pada titik depresi, maka akan timbul perasaan dan pikiran korban untuk mengakhiri hidupnya. Korban akan merasa putus asa dan hilang harapan.

Belum lagi apabila saat ia diperdagangkan, ia dipekerjakan sebagai pelacur. Kemungkinan korban terjangkit HIV-AIDS pun cukup besar. Apabila hal tersebut sampai terjadi, maka korban pun bisa mengalami gangguan pada fungsi reproduksi. Belum lagi, kehamilan yang bisa saja terjadi secara tiba-tiba. Apabila tidak ditangani dengan baik, tidak menutup kemungkinan bahwa karena hal tersebut korban akan berujung pada kematian. 

Pada korban anak-anak seringkali mengalami pertumbuhan yang terhambat. Sebagai contoh, para korban yang dipaksa dalam perbudakan seksual seringkali dibiusdengan obat-obatan dan mengalami kekerasan yang luar biasa. Para korban yangdiperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik akibat kegiatan seksual atasdasar paksaan, serta hubungan seks yang belum waktunya bagi korban anak-anak.

Hal itu mengakibatkan cedera psikologis yang semakin bertambah karena isolasi dan dominasi. Ironisnya, kemampuan manusia untuk menahan penderitaan yang sangat buruk serta terampasnya hak-hak mereka dimanfaatkan oleh “penjual” mereka untuk menjebak para korban agar terus bekerja. Mereka juga memberi harapan kosong kepada para korban untuk bisa bebas dari jeratan perbudakan.

Dampak Human Trafficking bagi Pemerintah

Human Trafficking memberi pula dampak pemerintah. Dengan adanya Human Trafficking khususunya di perbatasan berarti menunjukkan bahwa pengawasan pemerintah terhadap warga negara belum maksimal. Dampaknya, pemerintah harus melalukan pengkajian kembali mengenai HAM dan terlebih bagi untuk korban, diperlukan upaya untuk memulihkan keadaan kejiwaan maupun fisik yang dialami oleh korban Human Trafficking.

2.1.4 Alternatif Solusi untuk Mengatasi Human Trafficking
Pelanggaran HAM adalah penyebab sekaligus akibat dari perdagangan orang. Penting untuk meletakkan perlindungan terhadap semua HAM pada inti dari langkah-langkaha papun yang di ambil untuk mencegah dan mengakhiri perdagangan orang. Langkah-langkah anti perdagangan tidak boleh memberikan efek yang merugikan terhadap HAM dan harga diri seseorang, dan terutama, hak-hak dari mereka yang telah diperdagangkan, dan juga paramigran. Sebuah kerangka respon komprehensif harus mencakup pencegahan perdagangan orang, perlindungan atas orang-orang yang diperdagangkan, dan penjatuhan hukuman kepada para pelaku perdagangan orang.

Pendekatan dalam penanganan masalah ini mesti bersifat terpadu (integrated), di mana selain pendekatan hokum juga harus mempertimbang kanpendekatan non hukum yang justru merupakan penyebab terjadinya kekerasan.

Pemerintah Indonesia telah mengesahkanUndang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pengesahan UU PTPPO adalah bagian dari harapan keinginan atas perubahan keadaaan sebagian besar laki-laki dan perempuan yang diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual maupun kerja paksa. Kebijakan ini pun disambut oleh beberapa daerah dalam bentuk peraturan daerah seperti di provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Lampung, Jawa Timur, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sejumlah gugus tugas, aturan pelayanan khusus serta standar pelayanan terpadu juga sudah ditetapkan. Namun, Indonesia masih belum bias dikatakan bebas dari persoalan perdagangan orang. Hal itu karena masih banyak sejumlah tantangan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum, karena sebagian pengamat menilai bahwa UU PTPPO ini sulit untuk diterapkan sepenuhnya di Indonesia.

Pertama, karena UU PTPPO memiliki konsekuensi yuridis yaitu terikat dengan banyak peraturan perundangan lainnya seperti perlindungan anak, imigrasi, KUHP, tenagakerja, kewarganegaraan, perlindungan saksi dan korban, serta penempatan tenaga kerja luarnegeri. Kedua, ada persoalan kurangnya pengetahuan para penegak hokum dalam menjalankan UU PTPPO ini, serta koordinasilintas sektor yang perlu dilakukan secara intensif dalam melakukan penanganan kasus. Ketiga, masih kurang keterlibatan serta kontribusi dari masyarakat, yang bias juga disebabkan karena kurangnya pengetahuan, sehingga alih-alih menempatkan perlindungan yang memadai, kita lebih sering menempatkan pekerja sekskomersial ditempatkan dalam stigma dan tudingan sebagai pelaku criminal dan sampah masyarakat.

Dengan begitu, perlu dilakukan beberapa tindakan, diantaranya:
1. Perlu dilakukan sosialisasi dan peningkatan kapasitas di kalangan aparat penegak hokum beserta Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai pelaksana UU PTPPO dan Peraturan Daerah yang terkait dengan perdagangan orang. Sosialisasi juga perlu dilakukan kepada masyarakat luas, termasuk dengan melakukan diseminasiin formasi secara luas sampai kemasyarakat pedesaan dan daerah terpencil mengenai bahaya dan modus perdagangan orang.

2. Dalam melakukan peningkatan kapasitas di kalangan penegak hokum dan pelaksana kebijakan, Pemerintah perlu untuk memasukkan muatan pemahaman akan HAM dan prinsip-prinsipnya. Sehingga nilai-nilai bias terintegrasi di dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh aparat penegak hokum dan pelaksana kebijakan lainnya, baik di tingkat pusat maupun daerah.

3. Dalam melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat, penting juga untuk menerapkan prinsip pemberdayaan selain soal peningkatan kesadaran hukum. Terutama diantara perempuan dan anak perempuan yang rentan serta keluarga mereka. Dengan demikian mereka mengerti hokum dan dapat menuntut serta mempertahankan hak-hak mereka sebagai mana termaktub dalam undang-undang.

4. Seluruh aparat penegak hukum di Indonesia segera menerapkan UU PTPPO dan Perda yang terkait dalam melakukan penanganan kasus perdagangan orang. Tidak lagi hanya menggunakan KUHP. Dan membangun konsistensi mekanisme kontrol (monitoring) terhadap penerapan UU PTPPO untuk melihat efektivitas implementasi UU PTPPO bagi perlindungan buruh migran, perempuan dan anak.

5. Mengharmonisasikan segala kebijakan, hokum dan peraturan yang telah dan akan ada dengan UU PTPPO dan Perda yang terkait sebagai paying hokum dalam pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

6. Menyiapkan perangkat, infrastruktur dan tenaga untuk implementasi UU PTPPO dari tingkat pusat sampai desa (Pusat Layanan Terpadu, Pos Pengaduan Ramah Korban di Kantor Polisi, Dana untuk pemulangan, Rehabilitasi medis psikososial dan integrasi social bagi korban dan keluarganya).

7. Menjalin kerjasama dengan negara transit dan Negara penerima/ tujuan untuk menghormati hak-hak buruh migrant dan tidak memperlakukan mereka yang passportnya hilang/ditahan majikan sebagai imigran gelap. Termasuk member kesempatan kepada buruh migrant untuk tetap berada di Negara penerima dan memperoleh kesempatan untuk mendapatkan penghidupan yang layak.

8. Mengawasi lebih ketat dan menutup tempat penampungan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang melakukan penipuan dan pembatasan ruang gerak para calon buruh migran.

9. Memperkuat jaringan organisasi nonpemerintah anti perdagangan orang secara nasional maupun internasional agar perlindungan perempuan dari perdagangan orang sesuai dengan standar HAM.

10. Memperkuat pendokumentasian (database) tentang tindak pidana perdagangan perempuan dan anak dari berbagai pihak sebagai bahan advokasi kebijakan pemerintah dan bahan kampanye pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Human Trafficking pada dasarnya adalah segala hal yang berhubungan dengan manusia dan pelanggaran HAM terhadapnya serta bertujuan untuk menguntungkan salah satu pihak baik disadari maupun tidak.

Menurut Ilmu Sosiologi, Human Trafficking adalah sebuah penyimpangan sosial karena telah memenuhi ciri ciri dan sesuai dengan teori perilaku yang menyimpang.

Adapun dampak Human Trafficking secara keseluruhan adalah pelanggaran HAM yang berujung kematian yang dapat mencoreng nama baik negara yang bersangkutan di mata dunia internasional.

Oleh sebab itu untuk mengatasi masalah Human Trafficking di Indonesia ini, perlu adanya kerja sama antara berbagai pihak dan ketegasan aparat dalam mengimplementasikan undang undang yang berlaku.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini penulis berharap pembaca dapat memahami masalah sosial yang ada di perbatasan seperti Human Trafficking dapat menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan sosial terutama kehidupan korban. Human Trafficking dapat dicegah apabila ada tindak pengawasan lebih yang dilakukan oleh Pemerintah.


DAFTAR PUSTAKA
Mawardi. 2014. Perdagangan Manusia (Human Trafficking), https://www.linkedin.com/pulse/20141207013003-202824554-perdagangan-manusia-human-trafficking

Horton, Paul B. & Hunt, Chester L. 1984. SOCIOLOGY, Sixth Edition. Jakarta: Penerbit Erlangga

http://bp3akb.jabarprov.go.id/praktek-perdagangan-manusia-dan-permasalahannya-ditinjau-dari-sosiologi-hukum/

http://megapolitan.kompas.com/read/2010/07/29/09450559/3.cara.mencegah.quothuman.traffickingquot

Hidayati, Maslihati Nur. 2012. Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Perdagangan Orang Melalui Hukum Internasional dan Hukum Positif Indonesia. Jakarta: Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Prannata Sosial.

http://jurnal.uai.ac.id/index.php/SPS/article/view/59/46

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel