Etika Menurut J. A. K Thompson
Wednesday, April 15, 2020
Edit
Oleh : Muhammad Rizki Mulyanudin (Ilmu Administrasi Publik Unpad 2017)
Pendapat J.A.K Thompson dalam buku terjemahannya yang berjudul “The Ethics of Aristotle” sebenarnya lebih menekankan kepada bagaimana sikap atau etika seseorang ketika berada pada suatu jabatan publik. Apakah mereka akan mudah gila jabatan hingga lupa pada konstituen yang harus mereka layani atau sebaliknya. Dalam bukunya Professor Thomson menggambarkan jika dalam realita sosial rata-rata seseorang akan “mabuk dengan cepat” mengikuti hasrat yang mereka miliki ketika berada pada tempat yang tinggi. Berfoya-foya dengan kesenangan yang dapat mereka dapatkan dari jabatan yang mereka raih hingga lupa dengan yang harus mereka layani.
Pendapat J.A.K Thompson dalam buku terjemahannya yang berjudul “The Ethics of Aristotle” sebenarnya lebih menekankan kepada bagaimana sikap atau etika seseorang ketika berada pada suatu jabatan publik. Apakah mereka akan mudah gila jabatan hingga lupa pada konstituen yang harus mereka layani atau sebaliknya. Dalam bukunya Professor Thomson menggambarkan jika dalam realita sosial rata-rata seseorang akan “mabuk dengan cepat” mengikuti hasrat yang mereka miliki ketika berada pada tempat yang tinggi. Berfoya-foya dengan kesenangan yang dapat mereka dapatkan dari jabatan yang mereka raih hingga lupa dengan yang harus mereka layani.
Professor Thomson menyadari jika kita sendiri terkadang masih merasa bingung dengan sikap seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang administrator publik. Apakah kemurahan hati? Kesombongan? Atau Kegairahan? Yang harus kita tampilkan kepada publik. Namun, ini masih lebih baik daripada sikap seorang pejabat publik yang berfoya-foya dan tidak menyerukan untuk memberi pertolongan kepada masyarakat yang membutuhkan, hanya karena dia tahu jika kita sudah memiliki sifat kemurahan hati tersebut. Antara kebaikan dan kesombongan, ambisius dan tidak ambisisus, adalah suatu hal yang tidak pasti mana benar dan salahnya dalam berperilaku sebagai administrator publik. Namun Aristoteles mengatakan jika “ambisi yang sedang” dalam artian tidak berlebihan adalah perilaku budi luhur yang saat ini kurang orang pahami.
Hal seperti inilah yang pada akhirnya dapat memicu pertanyaan publik. . Mungkinkah pegawai negeri tidak memahami sumpah jabatan mereka? Mungkinkah mereka tidak tahu kode etik yang mengatur status mereka sebagai pelayan publik? Mungkinkah mereka tidak memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip etika yang memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang tepat dan bebas? Atau mungkinkah orang-orang datang ke layanan publik dari sektor swasta atau profesi di mana ada perbedaan-atau tidak ada kode etik? Pertanyaan-pertayaan tersebut coba dijawab oleh Appleby, bahwa hal tersebut dapat terjadi pada pelayanan yang melibatkan individu-individu tertentu. Karena menyangkut moralitas yang dimiliki administrator tersebut. Kebanyakan administrator hanya memahami tanggung jawab spesifik yang diberikan kepadanya. Tanpa mengetahui bagaimana mereka harus bertindak kepada masyarakat.
Daftar Pustaka
Bowden, P. (2005). Virtue ethics, Aristotle and organisational behavior. Australian Association for Professional and Applied Ethics 12th Annual Conference, Adelaide.
Robinson, R. (2014). The Ethics of Aristotle by J. A. K. Thomson. The Philosophical Review, Vol. 64, No. 2 (Apr., 1955), pp. 320-321.
Sandbach, F. H. (1955). The Ethics of Aristotle. Translated by J. A. K. THOMSON. (Penguin Books. 1955- Pp- 32O-).