Desain dan Budaya Organisasi
Saturday, April 25, 2020
Edit
Oleh : Muhammad Rizki Mulyanudin (Ilmu Administrasi Publik Unpad 2017)
1. Desain organisasi :
Teori lima elemen dasar organisasi
Mintzberg menyatakan bahwa setiap organisasi mempunyai lima bagian dasar yang dapat didefiisikan sebagai berikut :
1) The operating core. Para pegawai yang melaksanakan pekerjaan dasar yang berhubungan dengan produksi dari produk dan jasa.
2) The strategic apex. Menejer tingkat puncak yang diberi tanggung jawab keseluruhan untuk organisasi itu.
3) The middle line. Para menejer yang menjadi penghubung operating core dan strategic apex.
4) The techno structure. Para analis yang memiliki tanggung jawab untuk melaksanaka bentuk standarisasi tertentu dalam organisasi.
5) The support staff. Orang orang yang mengisi unit staff, yang memberi jasa pendukung tidak langsung kepada organisasi.
Salah satu dari kelima bagian tersebut dapat mendominasi sebuah organsasi. Di samping itu, tergantung pada bagian mana yang dikontrol, ada konfigurasi tertentu yang digunakan. Jadi, menurut Mintzberg, terdapat lima buah design konfigurasi tertentu, dan masing-masing dihubungkan dengan dominasi oleh salah satu dari kelima bagian tersebut.
1) Jika kontrol berada di operating core, maka keputusan akan didesentralisasi. Hal ini menciptakan birokrasi professional.
2) Jika strategic apex yang dominan, maka control didesentralisasi dan organisasi tersebut merupakan struktur yang sederhana.
3) Jika middle management yang mengontrol, maka anda akan menemukan kelompok dari unit otonomi yang bekerja dalam sebuah struktur divisional.
4) Jika para analis dalam techno structure yang dominan, kontrol akan dilakukan melalui standarisasi, dan struktur yang dihasilkan adalah sebuah birokrasi mesin.
5) Dalam situasi dimana staff pendukung yang mengatur, maka control akan dilakukan melalui penyesuaian bersama (mutual adjustment) dan timbullah adhocrachy.
Teori Birokrasi Weber
Tema sentral dari birokrasi weber adalah standarisasi. Perilaku orang dalam birokrasi ditentukan sebelumnya oleh struktur dan proses yang distandarisasi. Model itu sendiri dapat dipecah menjadi tiga kelompok karakteristik; yang berhubungan dengan struktur dan fungsi dari organisasi, yang berhuungan dengan cara untuk memberi imbalan terhadap usaha, dan yang behubngn dengan perlindungan bagi para anggota secara individual.
Model Weber memperinci suatu hierarki kedudukan; dengan setiap kedudukan berada dibawah kdudukan yang lebih tinggi. Masing-masing kedudukan didiferensiasi secara horizontal oleh pembagian kerja. Pembagin kerja tersebut menciptakan unit-unit yang menguasai bidang tertentu, menentukan daerah dimana dilakukan kegiatan yang kosisten dengan kemampuan anggota unit, memberi tanggung jawab bagi pelaksanaan tindakan tersebut, dan mengalokasikan wewenang yang sebanding untuk melakukan tanggung jawab tersebut. Pada saat yang sama, peraturan tertulis mengatur prestasi tugas para anggota. Pembebanan struktur dan fungsi-fungsi tersebut memberikan keahlian tingkat tinggi tertentu, koordinasi peran dan control dari anggota melalui standarisasi.
Kelompok karakteristik kedua pada model Weber berhubungan dengan imbalan. Para anggota menerima gaji selaras dengan pangkat mereka dalam organisasi. Promosi didasarkan atas kriteria yang objektif seperti senioritas atau keberhasilan. Karena para anggota bukan pemiliki, maka perlu diadakan pemisahan yang jelas antara masalah pribadi dan milik mereka serta masalah dan milik kelompok.
Akhirnya model Weber mencoba untuk melindungi hak individu. Sebagai imbalan terhadap komitmen atas karirnya, para anggota enerimaatas tindakan sewenang-wenang oleh para atasan, pengetahuan yang jelas mengenai tanggung jawab mereka dan jumlah wewenang yang dipegang ataan mereka, dan kemampuan untuk naik banding atas keputusan yang mereka rasakan tidak adil atau berada diluar bidang kewenangan atasan mereka.
Teori Z
Teori Z dicetuskan/diciptakan oleh William Ouchi. Teori ini sudah banyak diimplementasikan/dijalankan pada banyak perusahaan di Amerika Serikat dan Jepang. Teori Z adalah lebih menekankan pada peran dan posisi pegawai atau karyawan dalam perusahaan yang dapat membuat para pekerja menjadi nyaman, betah, senang dan merasa menjadi bagian penting dalam perusahaan. Dengan demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaannya.
Berikut ini adalah syarat dan ciri dari perusahaan yang menerapkan teori z :
1) Tanggung jawab diberikan secara perorangan atau individual.
2) Karyawan bebas bekerja menggunakan keterampilan yang dimilikinya.
3) Karyawan dipekerjakan seumur hidup dan jika perusahaan mengalami krisis, maka para pegawai tidak akan dipecat atau phk.
4) Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara konsensus atau secara terbuka. Walaupun akan memakan waktu yang lebih lama namun tingat keberhasilan pengimplementasian hasil keputusan yang didapat akan lebih tinggi karena mendapat dukungan dari mayoritas pekerja.
5) Promosi dilakukan perlahan-lahan dari bawah, dan proses evaluasi prestasi dan promosi dilakukan dengan hari-hati agar tidak menimbulkan masalah dengan para karyawan.
2. Budaya Organisasi :
Asumsi dan perspektif teori (pendekatan)
Terdapat tiga asumsi yang mengarahkan teori budaya komunikasi. Ketiga asumsi yang dikemukakan oleh Michael Pacanowsky dan Nick O’Donnell-Trujillo ini menekan pada pandangan mengenai proses dari sebuah organisasi. Tiga asumsi yang dimaksud adalah :
1) Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi. Asumsi ini berkaitan dengan pentingnya orang dalam kehidupan organisasi. Individu-individu saling berbagi dalam menciptakan dan mempertahankan realitas.
2) Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi. Maksudnya adalah realitas organisasi ditentukan oleh simbol-simbol. Simbol merupakan representasi untuk makna. Simbol-simbol ini sangat penting bagi budaya perusahaan. Simbol-simbol mencakup komunikasi verbal dan non verbal di dalam organisasi.
3) Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam. Asumsi mengenai teori budaya organisasi ini sangat bervariasi. Persepsi mengenai tindakan dan aktivitas dalam budaya-budaya ini juga beragam.
Konsep pokok
Pacanowsky dan O’Donnell Trujilo (1982) percaya bahwa budaya organisasi “mengindikasikan apa yang menyusun dunia nyata yang ingin diselidiki”. Mereka mengatakan bahwa budaya organisasi (organizational culture) adalah esensi dari kehidupan organisasi. Mereka menerapkan prinsip-prinsip antropologi untuk mengontruksi teori mereka. Mereka juga mengadopsi pendekatan Interpretasi Simbolik yang dikemukakan oleh Clifford Geertz (1973) dalam model teoritis mereka. Dalam teorinya Geertz menyatakan bahwa orang-orang adalah hewan “yang tergantung didalam jaringan kepentingan”, artinya orang-orang yang memuat jaring mereka sendiri.
Pacanowsky & O’ Donnell Trujilo pun menambahkan pernyataan tersebut sebagai berikut:
“Jaring ini tidak hanya ada, melainkan sedang dipintal. Jaring ini dipintal ketika orang sedang menjalankan bisnis mereka membuat dunia mereka menjadi dapat dipahami. Maksudnya ketika mereka berkomunikasi. Ketika mereka berbicara, menulis sebuah naskah drama, menyanyi, menari, pura-pura sakit, mereka sedang berkomunikasi dan mengkonstruksi budaya mereka. Jaring ini merupakan residu dari proses komunikasi.”
Geertz menggambarkan jarring laba-laba yang mungkin ada didalam sebuah organisasi dan meyakini bahwa budaya seperti sebuah jarring yang dipintal oleh laba-laba. Maksud dari tujuan penggambaran ini yaitu jarring ini terdiri atas desain yang rumit dan tiap jarring berbeda dengan yang lainnya. Geertz berargumen bahwa budaya-budaya semuanya berbeda dan keunikan ini harus dihargai. Tujuan pendekatan Pacanowsky & Trujilo dengan metafora tersebut adalah untuk memikirkan semua kofigurasi (fitur) menyerupai jaring yang mungkin dalam organisasi.
Pemahaman Etnografi : Mendasarkan Pada yang Mendalam
Etnografi adalah sebuah metodologi yang menguak makna. Geertz (1973) berargumen untuk memahami budaya, seseorang harus melihatnya dari sudut pandang anggota budaya tersebut. Dan satu satunya cara adalah menjadi etnograf, yang secara natural melaksanakan pengamatan langsung, menjadi partisipan dalam budaya tersebut, dan melakukan wawancara untuk menguak makna budaya tersebut. Karena dalam memahami suatu budaya tingkat subyektivitasnya sangat kuat, maka, menemukan makna merupakan hal paling penting bagi etnograf.
Etnograf menggunakan jurnal lapangan atau field journal, sebuah catatan pribadi untuk mencatat perasaan mengenai berkomunikasi dengan orang-orang dari budaya berbeda, sekaligus membuat dekskipsi tebal yang berisi penjelasan mengenai lapisan-lapisan rumit dari makna yang mendasari sebuah budaya.Dalam prakteknya, seorang etnograf tidak hanya mempelajari masyarakat tetapi juga belajar dari masyarakat tersebut.
Geertz percaya bahwa tak ada analisis budaya yang lengkap karena semakin seorang masuk dalam budaya tersebut, makin kompleks pula budaya tersebut. Selain itu, terkadang makna yang muncul memiliki banyak tafsiran atau multi-tafsir. Maka tidak mungkin untuk sepenuhnya pasti mengerti mengenai sebuah budaya, norma, atau nilainya.
Pada akhirnya, Teori Budaya Organisasi berakar pada etnografi dan budaya organisasi hanya dapat dilihat dan diamati dengan mengadopsi prinsip-prinsip etnografi.
Performa Kuantitatif
Performa adalah metafora yang menggambarkan proses simboltik dari pemahaman akan perilaku manusia dalam sebuah organisasi. Performa budaya di bagi menjadi lima bagian yaitu: ritual, hasrat, sosial, politik, dan enkulturasi. Performa-performa ini dapat dilaksanakan oleh anggota mana pun dalam sebuah organisasi.
• Performa Ritual
Semua performa komunikasi yang terjadi secara teratur dan berulang. Terdiri dari empat jenis:
a) Ritual personal: semua hal yang di lakukan secara rutin di tempat kerja. Contoh: mengecek e-mail yang di lakukan rutih setiap harinya.
b) Ritual tugas: prilaku rutin yang di kaitkan dengan pekerjaan seseorang. Ritual tugas membantu menyelesaikan pekerjaan. Contoh: seorang karyawan di yang bekerja sebagai kasir setiap harinya harus menerima dan mencatat semua pembayaran,
c) Ritual sosial: rutinitas verbal dan nonverbal yang biasanya mempertimbangkan interaksi dengan orang lain. Contoh: beberapa karyawan dalam suatu perusahaan yang setiap akhir pekan mengadakan pertemuan bersama. Atau seorang siswa yang setiap hari sengaja datang lebih awal untuk bertemu dengan teman-temannya untuk bercerita bersama dan kemudian di teruskan kembali pada waktu istirahat.ritual sosial juga dapat mencangkup pemberian penghargaan karyawan terbaik di setiap bulannya.
d) Ritual organisasi: kegiatan perusahaan yang sering di lakukan seperti rapat divisi, rapat fakultas, bahkan piknik perusahaan.
• Performa Hasrat
Kisah-kisah organisasi yang sering kali di ceritakan secara antusias oleh para anggota organisasi dengan orang lain. Contohnya yaitu seorang karyawan yang selalu menceritakan tentang atasannya kepada semua temannya secara terus menerus bahkan selama beberapa tahun.
• Performa Sosial
Merupakan perpanjangan sikap santun dan kesopanan untuk mendorong kerjasama di antara anggota organisasi. Contohnya adalah dengan hal kecil berupa senyuman atau hanya sekedar sapaan yang di lakukan seluruh anggota menjadikannya sebagai budaya dalam sebuah organisasi
• Performa Politis
Perilaku organisasi yang mendemonstrasikan kekuasaan atau kontrol. Kebanyakan organisasi bersifat hierarkis yaitu harus ada seseorang yang menjadi penguasa untuk mencapai segala sesuatu dan memiliki cukup kontrol untuk mempertahankan dasar-dasar yang ada. Ketika sebuah organisasi terlibat dalam performa politis, mereka mengkomunikasikan keinginan untuk mempengaruhi orang lain, namun hal ini tidak selalu berdampak buruk.
• Performa Enkulturasi
Merujuk pada bagaimana anggota mendapatkan pengetahuan dan keahlian untuk dapat menjadi anggota organisasi yang mampu berkontribusi. Performa ini dapat merupakan sesuatu yang bersifat hati-hati maupun berani. Performa ini mendemonstrasikan kompetensi seorang anggota dalam sebuah organisasi.
Fungsi budaya organisasi
Budaya organisasi sebagai pedoman untuk mengontrol perilaku anggota organisasi, selalu mempunyai fungsi dan menfaat yang sangat berguna dalam organisasi. Berikut adalah beberapa fungsi budaya yang di jelaskan oleh beberapa ahli.
Menurut Robbin (2001) fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
1) Budaya menciptakan yang jelas antara satu organisasi dengan yang lainnya
2) Budaya membawa suatu identitas bagi anggota organisasi
3) Budaya memepermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan individu seseorang.
4) Budaya merupakan perekat sosial yang membantu memepersatukan organisasi dengan memberi standar yang tepat.
5) Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Karakteristik budaya organisasi
Robbins (2003) dalam Umar (2008: 208) menyatakan untuk menilai kualitas budaya organisasi suatu organisasi dapat dilihat dari sepuluh faktor utama, yaitu sebagai berikut:
1) Inisiatif individu, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi yang dipunyai individu.
2) Toleransi terhadap tindakan beresiko, yaitu sejauhmana para pegawai dianjurkan untuk bertindak agresif, inovatif, dan berani mengambil resiko.
3) Arah, yaitu sejauhmana organisasi tersebut menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi.
4) Integrasi, yaitu tingkat sejauhmana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
5) Dukungan Manajemen, yaitu tingkat sejauhmana para manajer member komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan mereka.
6) Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku pegawai.
7) Identitas, yaitu tingkat sejauhmana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu
8) atau dengan bidang keahlian profesional. Sistem imbalan, yaitu tingkat sejauhmana alokasi imbalan (kenaikan gaji, promosi) didasarkan atas kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, pilih kasih, dan sebagainya.
9) Toleransi terhadap konflik, yaitu tingkat sejauhmana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik kritik secara terbuka.
10) Pola-pola komunikasi, yaitu tingkat sejauhmana komunikasi organisasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang formal.
Tipe budaya organisasi
Kreitner dan Kinicki (2001) dalam Wibowo (2010: 30) mengemukakan adanya 3 (tiga) tipe umum budaya organisasi antara lain:
1) Budaya konstruktif (constructive culture) merupakan budaya di mana pekerja didorong untuk berinteraksi dengan orang lain dan bekerja pada tugas dan proyek dengan cara yang akan membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang.
2) Budaya pasif-defensif (passive-defensive culture) mempunyai karakteristik menolak keyakinan bahwa pekerja harus berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang tidak menantang keamanan mereka sendiri.
3) Budaya agresif-defensif (aggressive-defensive culture) mendorong pekerja mendekati tugas dengan cara memaksa dengan maksud melindungi status dan keamanan kerja mereka.
Unsur-unsur budaya organisasi
Brown mengembangkannya sehingga dia mendapatkan 3 unsur budaya organisasi. Unsur-unsur budaya organisasi menurut Brown adalah sebagai berikut :
1) Artifacts (unsur dasar organisasi yang paling mudah dikenali karena ia dapat dilihat, didengar, dan dirasakan ).
2) Keyakinan, nilai-nilai, dan sikap yang berlaku didalam organisasi.
3) Asumsi-asumsi dasar yang mau tidak mau harus diterima sebagai solusi bila terjadi suatu masalah.
Menurut Schein, sebagaimana diadopsi oleh Brown, ada lima dimansi yang perlu diperhatikan jika kita berbicara tentang asumsi-asumsi dasar dalam konteks budaya organisasi, yaitu hubungan manusia dengan lingkungan, hakikat kenyataan dan kebenaran, sifat dasar manusia, hakikat aktifitas manusia, danhakikat hubungan antar manusia.
Proses budaya organisasi
Budaya dalam sebuah organisasi tidaklah muncul begitu saja, namun ada proses yang harus dilalui budaya itu hingga akhirnya menjadi budaya organisasi. Proses budaya organisasi sendiri dapat diurutkan dari proses terbentuknya, dipertahankannya dan di ubahnya organisasi.
1) Proses terbentuknya budaya organisasi
Dijelaskan oleh Schein (1985) yang menyatakan bahwa pembentukan budaya organisasi tidak bias dipisahkan dari peran para pendiri organisasi. Prosesnya mengikuti alur berikt:
a) Para pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai, perspektir, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para karyawan.
b) Budaya muncul ketika para anggota berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal.
c) Secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh menjadi seorang pencipta budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual.
2) Proses mempertahankan budaya organisasi
Menurut Carpenter, Bauer dan Erdogan (1969) budaya organisasi terbentuk dari nilai dan preferensi pendiri organisasi dan karakteristik lingkungan eksternal organisasi. Kedua hal itu akan mewujudkan nilai-nilai, tujuan dan asumsi-asumsi awal dari sebuah organisasi. Selanjutnya setelah budaya terbentuk, organisasi harus mempertahankannya seiring dengan perkembangan organisasi. Model berikut ini menjelaskan bagaimana budaya organisasi diciptakan dan dipertahankan.
3) Proses mengubah budaya organisasi
Ada tiga langkah penting yang dilakukan dalam perubahan budaya organisasi. Pertama, sebelum organisasi bias merubah budayanya, pertama harus memahami budaya yang ada. Kedua, pikirkanlah bentuk organisasi Anda dimasa datang, dan putuskan bagaimana budaya organisasi bias mendukung kebudayaan. Ketiga, individu dalam organisasi harus memutuskan untuk merubah perilaku mereka untuk menciptakan budaya organisasi yang diinginkan.
Hubungan keterkaitan antara desain organisasi dan budaya organisasi adalah kausalitas. Karena penentuan desain organisasi yang digunakan akan menentukan bagaimana budaya organisasi yang tercipta dalam suatu organisasi. Contoh : birokrasi mesin yang menggunakan desentralisasi, rawan mengalami konflik antara eksekutifnya. Sehingga menyebabkan budaya organisasi yang tercipta di lingkungan organisasi memiliki kemungkinan tinggi bersifat lemah. Karena akan adanya kepentingan kelompok tertentu antar divisi. Namun tidak menutup kemungkinan pula bagi desain organisasi yang menggunakan sentralisasi seperti struktur sederhana untuk memiliki budaya organisasi yang lemah dalam organisasinya. Karena desain organisasi yang menggunakan sistem sentralisasi rawan terhadap keegoisan pribadi karena keputusan berada di tangan satu pemimpin dan tidak ada tandingannya. Artinya penentuan desain organisasi apa yang kita gunakan akan menentukan ancaman atau resiko apa yang akan tercipta dalam pembentukan budaya organisasi yang dibuat.