-->

Teori Hierarki Kebutuhan, Abraham Maslow

Oleh : Muhammad Rizki Mulyanudin (Ilmu Administrasi Publik Unpad 2017)

Teori hierarki kebutuhan Maslow adalah teori yang diungkapkan oleh Abraham Maslow. Ia beranggapan bahwa kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah harus terpenuhi atau paling tidak cukup terpenuhi terlebih dahulu sebelum kebutuhan-kebutuhan di tingkat lebih tinggi menjadi hal yang memotivasi.[1]


Konsep Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Abraham Maslow
Konsep hierarki kebutuhan dasar ini bermula ketika Maslow melakukan observasi terhadap perilaku monyet.[2] Berdasarkan pengamatannya, didapatkan kesimpulan bahwa beberapa kebutuhan lebih diutamakan dibandingkan dengan kebutuhan yang lain.[2] Contohnya jika individu merasa haus, maka individu akan cenderung untuk mencoba memuaskan dahaga.[2] Individu dapat hidup tanpa makanan selama berminggu-minggu.[2] Tetapi tanpa air, individu hanya dapat hidup selama beberapa hari saja karena kebutuhan akan air lebih kuat daripada kebutuhan akan makan.[2]

Kebutuhan-kebutuhan ini sering disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan dasar yang digambarkan sebagai sebuah hierarki atau tangga yang menggambarkan tingkat kebutuhan.[1] Terdapat lima tingkat kebutuhan dasar, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri[2] Maslow memberi hipotesis bahwa setelah individu memuaskan kebutuhan pada tingkat paling bawah, individu akan memuaskan kebutuhan pada tingkat yang berikutnya.[3] Jika pada tingkat tertinggi tetapi kebutuhan dasar tidak terpuaskan, maka individu dapat kembali pada tingkat kebutuhan yang sebelumnya.[3] Menurut Maslow, pemuasan berbagai kebutuhan tersebut didorong oleh dua kekuatan yakni motivasi kekurangan (deficiency motivation) dan motivasi perkembangan (growth motivation).[4] Motivasi kekurangan bertujuan untuk mengatasi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurangan yang ada.[4] Sedangkan motivasi pertumbuhan didasarkan atas kapasitas setiap manusia untuk tumbuh dan berkembang.[4] Kapasitas tersebut merupakan pembawaan dari setiap manusia.[4]

Hierarki Kebutuhan Maslow
Kebutuhan Fisiologis (Physiological Needs)
Kebutuhan paling dasar pada setiap orang adalah kebutuhan fisiologis yakni kebutuhan untuk mempertahankan hidupnya secara fisik.[1][5] Kebutuhan-kebutuhan itu seperti kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh, tidur dan oksigen (sandang, pangan, papan).[5] Kebutuhan-kebutuhan fisiologis adalah potensi paling dasar dan besar bagi semua pemenuhan kebutuhan di atasnya.[1] Manusia yang lapar akan selalu termotivasi untuk makan, bukan untuk mencari teman atau dihargai.[1] Manusia akan mengabaikan atau menekan dulu semua kebutuhan lain sampai kebutuhan fisiologisnya itu terpuaskan.[1] Di masyarakat yang sudah mapan, kebutuhan untuk memuaskan rasa lapar adalah sebuah gaya hidup.[1] Mereka biasanya sudah memiliki cukup makanan, tetapi ketika mereka berkata lapar maka yang sebenarnya mereka pikirkan adalah citarasa makanan yang hendak dipilih, bukan rasa lapar yang dirasakannya.[1] Seseorang yang sungguh-sungguh lapar tidak akan terlalu peduli dengan rasa, bau, temperatur ataupun tekstur makanan.

Kebutuhan fisiologis berbeda dari kebutuhan-kebutuhan lain dalam dua hal.[1] Pertama, kebutuhan fisiologis adalah satu-satunya kebutuhan yang bisa terpuaskan sepenuhnya atau minimal bisa diatasi.[1] Manusia dapat merasakan cukup dalam aktivitas makan sehingga pada titik ini, daya penggerak untuk makan akan hilang.[1] Bagi seseorang yang baru saja menyelesaikan sebuah santapan besar, dan kemudian membayangkan sebuah makanan lagi sudah cukup untuk membuatnya mual.[1] Kedua, yang khas dalam kebutuhan fisiologis adalah hakikat pengulangannya.[1] Setelah manusia makan, mereka akhirnya akan menjadi lapar lagi dan akan terus menerus mencari makanan dan air lagi.[1] Sementara kebutuhan di tingkatan yang lebih tinggi tidak terus menerus muncul.[1] Sebagai contoh, seseorang yang minimal terpenuhi sebagian kebutuhan mereka untuk dicintai dan dihargai akan tetap merasa yakin bahwa mereka dapat mempertahankan pemenuhan terhadap kebutuhan tersebut tanpa harus mencari-carinya lagi.[1]

Kebutuhan Akan Rasa Aman (Safety/Security Needs)
Setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpuaskan secukupnya, muncullah apa yang disebut Maslow sebagai kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman.[5] Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman ini diantaranya adalah rasa aman fisik, stabilitas, ketergantungan, perlindungan dan kebebasan dari daya-daya mengancam seperti kriminalitas, perang, terorisme, penyakit, takut, cemas, bahaya, kerusuhan dan bencana alam.[1] Serta kebutuhan secara psikis yang mengancam kondisi kejiwaan seperti tidak diejek, tidak direndahkan, tidak stres, dan lain sebagainya. Kebutuhan akan rasa aman berbeda dari kebutuhan fisiologis karena kebutuhan ini tidak bisa terpenuhi secara total.[1] Manusia tidak pernah dapat dilindungi sepenuhnya dari ancaman-ancaman meteor, kebakaran, banjir atau perilaku berbahaya orang lain.

Menurut Maslow, orang-orang yang tidak aman akan bertingkah laku sama seperti anak-anak yang tidak aman.[5] Mereka akan bertingkah laku seakan-akan selalu dalam keadaan terancam besar.[5] Seseorang yang tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas secara berelebihan serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan yang tidak diharapkannya.[5]

Kebutuhan Akan Rasa Memiliki Dan Kasih Sayang (Social Needs)
Jika kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan akan cinta, kasih sayang dan rasa memiliki-dimiliki.[5] Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi dorongan untuk dibutuhkan oleh orang lain agar ia dianggap sebagai warga komunitas sosialnya. Bentuk akan pemenuhan kebutuhan ini seperti bersahabat, keinginan memiliki pasangan dan keturunan, kebutuhan untuk dekat pada keluarga dan kebutuhan antarpribadi seperti kebutuhan untuk memberi dan menerima cinta.[5][1] Seseorang yang kebutuhan cintanya sudah relatif terpenuhi sejak kanak-kanak tidak akan merasa panik saat menolak cinta.[1] Ia akan memiliki keyakinan besar bahwa dirinya akan diterima orang-orang yang memang penting bagi dirinya.[1] Ketika ada orang lain menolak dirinya, ia tidak akan merasa hancur.[1] Bagi Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya.[5] Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut jika kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya.[5] Maslow juga mengatakan bahwa kebutuhan akan cinta meliputi cinta yang memberi dan cinta yang menerima.[5] Kita harus memahami cinta, harus mampu mengajarkannya, menciptakannya dan meramalkannya.[5] Jika tidak, dunia akan hanyut ke dalam gelombang permusuhan dan kebencian.[5]

Kebutuhan Akan Penghargaan (Esteem Needs)
Setelah kebutuhan dicintai dan dimiliki tercukupi, selanjutnya manusia akan bebas untuk mengejar kebutuhan egonya atas keinginan untuk berprestasi dan memiliki prestise.[1] Maslow menemukan bahwa setiap orang yang memiliki dua kategori mengenai kebutuhan penghargaan, yaitu kebutuhan yang lebih rendah dan lebih tinggi.[2] Kebutuhan yang rendah adalah kebutuhan untuk menghormati orang lain, kebutuhan akan status, ketenaran, kemuliaan, pengakuan, perhatian, reputasi, apresiasi, martabat, bahkan dominasi.[2] Kebutuhan yang tinggi adalah kebutuhan akan harga diri termasuk perasaan, keyakinan, kompetensi, prestasi, penguasaan, kemandirian dan kebebasan.[2] Sekali manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk dihargai, mereka sudah siap untuk memasuki gerbang aktualisasi diri, kebutuhan tertinggi yang ditemukan Maslow.[1]

Kebutuhan Akan Aktualisasi Diri (Self-actualization Needs)
Tingkatan terakhir dari kebutuhan dasar Maslow adalah aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk membuktikan dan menunjukan dirinya kepada orang lain.[2] Pada tahap ini, seseorang mengembangkan semaksimal mungkin segala potensi yang dimilikinya. Kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan yang tidak melibatkan keseimbangan, tetapi melibatkan keinginan yang terus menerus untuk memenuhi potensi.[2] Maslow melukiskan kebutuhan ini sebagai hasrat untuk semakin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.[5] Awalnya Maslow berasumsi bahwa kebutuhan untuk aktualisasi diri langsung muncul setelah kebutuhan untuk dihargai terpenuhi.[1] Akan tetapi selama tahun 1960-an, ia menyadari bahwa banyak anak muda di [Brandeis]] memiliki pemenuhan yang cukup terhadap kebutuhan-kebutuhan lebih rendah seperti reputasi dan harga diri, tetapi mereka belum juga bisa mencapai aktualisasi diri.[1]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel